INHU (ZONAREDAKSI.COM)
- Petani kelapa sawit di Kecamatan Batang Peranap, Kabupaten Inhu, Riau
menjerit akibat ulah oknum pemilik peron. Pasalnya, para petani disana
saat menjual hasil kebunnya, Tandan Buah Segar (TBS) disunat sekitar
Rp10 perkilogram oleh pemilik peron.
Adalah AT, pemilik peron,
yang memotong uang tersebut dari para petani, dituding ada bekerjasama
dengan koperasi dan pihak Pabrik Kelapa Sawit (PKS) itu, konon katanya
uang tersebut untuk pembangunan jalan desa.
Konon, pemotongan itu sangat berdampak negatif bagi para petani yang menjual TBS ke peron milik AT tersebut.
Dimana,
para petani yang berasal dari Dusun 4, Dusun 5 dan Dusun 6 Desa
Puntikayu serta Dusun 4 Serangge, Dusun 5 Sungai Godang dan Dusun 6
Pinopino.
Menyikapi hal itu, Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Lembaga
Pemantau Pembangunan dan Kinerja Pemerintah (DPW LP2KP) Riau,
Hendriansyah kepada wartawan mengatakan, bahwa persoalan yang tengah
dihadapi para petani tersebut bukan hanya menurunnya harga jual TBS,
akan tetapi adanya pemotongan Rp10 perkilogram oleh pihak peron membuat
mereka menjerit.
Karena pemotongan yang dirasakan pihak petani cukup memberatkan juga tanpa dasar hukum yang jelas.
“Permasalahan
sebenarnya yang merugikan saat ini selain turunnya harga TBS, juga
dipotong Rp10 perkilogram. Bahkan, info yang kita terima dari petani
disana, menjelang hari raya Idul Fitri, disaat TBS melimpah, pemotongan
perkilogramnya lebih dari Rp10. Hal itu bentuk penjajahan," kata dia
belum lama ini.
Hendriansyah menambahkan, bahwa AT menjual TBS
hasil pembelian dari para petani ke PKS PT IP menggunakan DO. Diduga,
dokumen DO tersebut dikeluarkan oleh pihak PKS dan atau agen yang telah
ditunjuk untuk mengotorisasi pembelian TBS.
"Nama koperasinya
JBIM dan KCK. Bahkan, dari keterangan warga dan petani itu, diduga kuat
AT ada menampung TBS dari dalam kebun yang berada didalam kawasan hutan
Taman Nasional Bukit Tigapuluh," tandasnya.
Dijelaskannya, dalam
Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) RI No.1 tahun 2018 disebutkan,
bahwa jika buah yang dihasilkan bagus, petani mendapat insentif sebesar 4
persen, kecuali buah tersebut kualitas buruk. Namun, bukannya
mendapatkan insentif, mereka justru dikenakan potongan.
“Harusnya
kami dapat insentif sebesar 4 persen dari peron. Sebab, menghasilkan
TBS berkualitas jenis tenera. Tapi ini tidak, malah disamakan dengan
kualitas TBS yang dijual oleh RAM,” tegasnya, menirukan ucapan petani.
Yang
mana, lanjutnya, kualitas TBS yang dijual ke RAM cenderung
beranekaragam ada Dura, Tenera, dan Mentah. Sebab, kebanyakan RAM dan
koperasi membeli buah dari banyak petani sawit.
"Jika RAM
dikenakan potongan oleh pabrik sebesar 5 persen itu masih wajar karena
kualitas buah mereka campur-campur. Sementara kayak kami yang menanam
sawit jenis Tenera masa juga ikut dipotong, seharusnya diberikan
insentif 4 persen oleh pabrik,” jelasnya, meneruskan ucapan petani
kepadanya waktu itu.
Hendriansyah berharap kepada pihak berwenang
agar dapat segera menanggapi keluhan para petani dan mencari solusi
terbaik. Karena perlindungan terhadap hak-hak petani perlu diperkuat
untuk memastikan bahwa mereka mendapatkan perlakuan yang adil dan
kompensasi yang sesuai dengan hasil kerja kerasnya.
“Kami berharap pihak berwenang bisa menanggapi keluhan para petani dan mencari solusi yang adil,” kata dia.
Ditambahkannya, bahwa peron yang membeli buah sawit dengan menyunat Rp10 perkilogram itu sudah memberatkan para petani.
Selain
itu, para petani juga perlu memahami apa alasannya dibalik potongan
tersebut serta perlu kesepakatan kedua belah pihak sesuai aturan yang
berlaku..
Akan tetapi jika tidak ada kejelasan dan atau ada pihak
yang merasa dirugikan maka para petani bisa menanyakan langsung kepada
pihak peron untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut.
Sementara itu, AT saat dihubungi via nomor telepon internetnya membantah telah melakukan pemotongan sebesar Rp10 perkilogram.
"Perlu
saya luruskan disini bahwa saya tidak ada melakukan pemotongan seperti
yang dituduhkan petani itu. Bahkan didalam struk pembelian TBS petani
tidak ada dituliskan pemotongan," katanya. (tim/stone)
0 Komentar